Kamis, 03 Januari 2019

hasil observasi terhadap model dakwah Sunan Jepara di Jepara

HASIL OBSERVASI TERHADAP MODEL DAKWAH SUNAN JEPARA DI JEPARA

Laporan ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aswaja
Dosen Pengampu: Wahidullah, S.H.I., M.H.

Disusun Oleh:
1.    Aimmatul Fajriyah (181420000259)
2.    Wida Widiyawati (181420000239)
3.    Fifi Ria Ariyani (181420000233)
4.    Nur Hikmah (181420000270)
5.    Leni Lestiani (181420000260)
1APS1

Program Studi Perbankan Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Nahdlatul Ulama Jepara
2019


 
 Pembahasan
1.    Sunan Jepara
Raden Abdul Jalil atau Sunan Jepara adalah seorang tokoh penyebar agama Islam di Tanah Jawa, khususnya di Kabupaten Jepara. Beliau memiliki nama asli Sayyid Hasan 'Ali Al Husaini (masih memiliki garis darah/ keturunan Rasulullah SAW) dan setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil. Ada yang mengatakan bahwa beliau berasal dari seekor cacing yang berubah menjadi manusia, versi yang lain menyebutkan beliau berasal dari persia, bahkan ada juga yang menyatakan beliau sebagai keturunan seorang empu kerajaan Majapahit
Sama seperti asal beliau dari mana, tahun lahir dan meninggal beliau-pun ada beberapa versi, ada yang mengatakan beliau lahir di Astanajapura, Cirebon tahun 1426 M dan meninggal di Demak tahun 1517 M namun ada yang mengatakan beliau meninggal di Jepara tahun 1517 M. Makam Sunan Jepara terletak di MantinganJeparaJawa Tengah. Makam beliau di sebelah makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat.
Nama lain dari Raden Abdul Jalil adalah Sunan JeparaSitibritSyekh Lemahbang, Syeh Siti Jenar dan Syekh Lemah Abang yang merupakan seorang tokoh yang dianggap sebagai sufi dan salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Kabupaten Jepara.
Beliau merupakan anggota Dewan Majlis Dakwah Walisongo dan bekerja pada Kekhalifahan Islam Demak. Selain mendapat gelas sebagai Waliyyul ilmi, beliau juga dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling alim yang menganut paham Islam Sunni.  
      
 2.    Silsilah Sunan Jepara
Rasulullah menikah dengan Siti Khadijah berputri Sayidah Fatimah az-Zahra yang  menikah dengan Ali bin Abi Thalib, berputera Husain r.a, berputera Ali Zainal Abidin, berputera Muhammad al-Baqir, berputera Imam Ja'far ash-Shadiq, berputera Ali al-Uraidhi, berputera Muhammad al-Naqib, berputera Isa al-Rumi, berputera Ahmad al-Muhajir, berputera Ubaidillah, berputera Alawi, berputera Muhammad, berputera Alawi, berputera Ali Khali' Qosam, berputera Muhammad Shahib Mirbath, berputera Sayid Alwi, berputera Sayid Abdul Malik, berputera Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera Sayid Abdul Kadir, berputera Maulana Isa, berputera Syekh Datuk Soleh, berputera Syekh Siti Jenar.

3.    Metode Penyebarab Islam oleh Sunan Jepara
            Sunan Jepara menyebarkan Islam tidak dengan kekerasan, melainkan dengan kearifan, hikmah, mauidhoh hasanah, dan mujadalah lewat mata hati. Sehingga akulturasi budaya budha, hindu, dan Islam adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi esensi ajaran Islam tetap mendominasi dan tidak bercampur dengan syrik dan kufur.

4.  Ajaran Sunan Jepara
            Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, apa yang disebut umum sebagai kematian, justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.
            Ajaran-ajarannya tertuang dalam karya sastra buatannya sendiri yang disebut Pupuh, yang berisi tentang budi pekerti

5.    Manunggaling Kawula Gusti[
Serat Centhini jilid 1 menuliskan kisah Syeh Siti Jenar pada pupuh 38 (1-44). Karya sastra ini tidak menyebut asal mula Syeh Siti Jenar melainkan langsung pada peristiwa yang menyebabkan dirinya dihukum mati. Pada suatu ketika, Prabu Satmata (Sunan Giri) memanggil delapan wali yang lain untuk menghadap ke Giri Gajah, di istana Argapura. Kedelapan wali tersebut adalah Sunan BonangSunan KalijagaSunan NgampeldentaSunan Kudus, Syeh Siti Jenar, Syekh BentongPangeran Palembang, dan Panembahan Madura. Masing-masing wali menyampaikan pengetahuan yang mereka miliki hingga giliran Syeh Siti Jenar yang berkata, "Menyembah Allah dengan bersujud beserta ruku'nya, pada dasarnya sama dengan Allah, baik yang meyembah maupun yang disembah. Dengan demikian hambalah yang berkuasa dan yang menghukum pun hamba juga." Semua yang hadir terkejut sehingga menuduhnya sebagai pengikut aliran Qadariyah, menyamakan dirinya dengan Allah, serta keterangannya terlalu jauh. Syeh Siti Jenar membela diri dengan berkata bahwa ''biar jauh tetapi benar sementara yang dekat belum tentu benar''. Hal tersebut membuat Prabu Satmata hendak menghukumnya mati supaya kesalahan prinsip ajaran Syeh Siti Jenar jangan sampai tersebar.
Setelah itu diadakan pertemuan kedua untuk menghakimi tindakan Syeh Siti Jenar. Pertemuan hanya dihadiri tujuh orang wali dengan dihadiri Syekh Maulana Magribi. Saat Syekh Maulana menegaskan nama Siti Jenar, ia menjawab, "Ya, Allah nama hamba, tidak ada Allah selain Siti Jenar, sirna Siti Jenar, maka Allah yang ada." Hal tersebut membuatnya dihukum penggal bersama dengan tiga orang sahabatnya. Dikisahkan pula seorang anak penggembala kambing yang mendengar hal tersebut segera berlari datang ke pertemuan dengan mengatakan bahwa masih ada allah ketinggalan karena sedang menggembalakan kambing. Prabu Satmata mengatakan bahwa anak itu harus dipenggal pula dan jenasahnya diletakkan di dekat jenasah Siti Jenar. Pernyataan tersebut disetujui oleh suara Siti Jenah yang terdengar dari langit.
Tiga hari kemudian, Prabu Satmata melihat jasad Siti Jenar masih utuh. Ia mendengar suara Siti Jenar memberinya salam, mengucapkan selamat tinggal, kemudian menghilang.
Namun para pendukung Syekh Siti Jenar menegaskan bahwa ia tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Ajaran ini bukan dianggap sebagai bercampurnya Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah bersatu dengan Tuhannya. Dalam ajaran Syeh Siti Jenar, Manunggaling Kawula Gusti bermakna bahwa di dalam diri manusia terdapat roh yang berasal dari roh Tuhan sesuai dengan ayat Al-Quran yang menerangkan tentang penciptaan manusia: Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." (Q.S. Shaad’ Ayat 71-72).
 Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi (Manunggaling Kawula Gusti). Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an ini yang menimbulkan polemik, yaitu bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan.
6.    Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah
Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah ("Sekelumit Hikmah tentang Wali Ke Sepuluh") ditulis oleh KH. Abil Fadhol Senori, Tuban. Dalam versi ini, Syekh Siti Jenar memiliki nama asli Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara, keturunan dari Syekh Maulana Ishak. Ia dihukum mati bukan karena ajarannya, melainkan lebih karena alasan politik. Sunan Jepara dimakamkan di Jepara, di samping makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat.
Setelah Raden Abdul Jalil di eksekusi, para santrinya tidak ikut dieksekusi. Ageng Pengging alias Kebo Kenanga merupakan salah satu santri dari Raden Abdul Jalil, ia berhasil mendidik muridnya bernama Joko Tingkir dengan ajaran dari gurunya. Joko tingkir berhasil menyelesaikan konflik antara proyek besar Negara Islam di Bintoro dan Glagah Wangi (Jepara). Hal ini yang mengharumkan kembali nama Raden Abdul Jalil.


Gb 1. Makam Sunan Jepara


Gb 2. Masjid Mantingan yang berada dalam
 kawasan makam Sunan Jepara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar